Khadijah Binti Khuwailid
(Istri Nabi yang tidak pernah dimadu)
DI KAKI bukit al-Hujun terbentang pemakaman al-Mu’alla yang menghadap ke ka’bah berjarak dua kilometer dari Haram. Pemakaman ini sangat bersejarah dan popular bagi umat islam. Tidak sedikit para sahabat Nabi, generasi sesudahnya, ulama, dan orang orang sholeh yang disemayamkan di pemakaman ini, termasuk diantaranya istri Rasulallah saw, Khadijah binti Khuwailid ra.
Dulu kuburan beliau diberi tanda dengan didirikan qubbah besar sehingga nampak jelas bagi yang ingin berziarah. Sayangnya, qubbah itu diratakan
sehingga sulit bagi penziarah untuk mengetahui dimana istri Rasulallah saw disemayamkan.
Berbicara tentang Khadijah binti khuwailid ra, beliau adalah istri tunggal
Rasulallah saw dan merupakan wanita pertama yang menyambut seruan iman tanpa membantah dan berdebat, bahkan ia tetap membenarkan, menghibur, dan membela Rasulallah saw di saat semua orang mendustakan, menghina dan melecehkan
beliau.
Khadijah binti Khuwailid ra telah mengorbankan seluruh hidupnya, jiwanya, dan hartanya untuk kepentingan dakwah Rasulallah saw. Ia rela melepaskan kedudukanya yang terhormat di kalangan bangsanya dan ikut merasakan pahit getirnya perjuangan dan penderitaan yang dikenakan pada keluarga Rasulallah saw.
Khadijah binti Khuwailid ra rela hidup dalam kefakiran sedangkan dia
tergolong orang mampu demi untuk mengecap manisnya iman bersama suami tercinta. Dia korbankan segala apa yang dia miliki demi membantu menegakkan agama suami.
Khadijah binti Khuwailid ra adalah wanita yang sabar, taat beragama, baik
peranginya dan suka bersyukur. Jasa beliau yang besar pada risalah nubuwah dan kemuliaan akhlaknya sangat membekas di hati suaminya, Rasulallah saw, sehingga beliau selalu menyebut nyebut kebaikanya walupun Khadijah telah wafat. Makanya tak heran jika Allah telah menyampikan salam khusus Nya untuk
Khadijah ra melalui perantaraan Jibril as kepada Rasulallah saw disertai
kabar gembira “Aku telah sediakan baginya rumah di surga yang dibuat dari emas dan tiada kesusahan baginya atau kepayahaan”
Pernah Rasulallah saw setelah merebut kota kelahiranya, Makkah, ditawarkan penduduk agar tinggal di rumah rumah mereka. Akan tetapi beliau menolak dan menyarankan para sahabat agar segra mendirikan kemah di muka kuburan istrinya, Khadijah ra. Beliau berseru: “Dirikanlah bagiku kemah di muka kuburan Khadijah”. Begitulah kecintaan Rasul saw terhadap istrinya, Khadijah ra.
Di sini, ada hal yang sangat perlu diketahui bahwa Rasulallah saw berumah tangga bersama istri tunggalnya Khadijah ra berlangsung 28 tahun dan paut usia antara mereka sangat berjauhan. Khadijah pada waktu disunting Rasulallah saw usianya 40 tahun sedang usia beliau 25 tahun. Selama 28 tahun beliau berumah tangga, Khadijah ra tidak pernah dimadu. Baru kemudian setelah wafatnya Khadijah ra Rasulallah saw kawin lagi. Itu pun tidak dilakukan langsung setelah meninggalnya siti khadijah akan tetapi beliau kawin lagi dua tahun setelah wafat istri beliau. Rasulallah saw kawin lagi dengan Aisyah ra yang pada saat itu masih kanak kanak dan masih menunggu beberapa tahun lagi agar Aisyah ra memasuki usia dewasa.
Kalau memang betul Rasulallah saw itu senang kawin kenapa tidak dilakukan langsung setelah Khadijah meninggal dunia dan kenapa beliau tidak kawin dengan wanita yang muda belia, tapi kenyataanya beliau kawin lagi dengan seorang anak kecil yang masih menunggu beberapa tahun lagi untuk bisa (maaf) digauli. Begitulah seterusnya yang dijalani Rasulallah saw sekitar delapan tahun dari sisa hidup beliau. Kalau kita telaah secara seksama bahwa perkawinan Rasulallah saw yang kedua, ketiga dan seterusnya hanya untuk penyelesaian problem sosial dan ini bisa dilihat dari hadist hadist nabi yang membicarakan perkawinan-perkawinan Rasulallah saw. Kebanyakan dari mereka adalah janda mati atau korban perang, kecuali Aisyah ra. Maka singkatnya, kita bisa mengambil satu kalkulasi bahwa sebenarnya tidak beralasan untuk mengatakan banyak beristri itu adalah perbuatan Rasulallah saw.
Jelasnya, hanya ada satu ayat yang menerangkan tetang poligami, yaitu surat an-Nisa ayat-3 “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim, maka kawinlah wanita wanita yang kamu senangi: dua, tiga atau empat . Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka kawinilah seorang saja”. Kalau kita telaah dengan rinci ayat itu turun untuk melindungi hak terhadap yatim piatu dan janda korban perang. kemudian dikatakan lagi kita boleh kawin lagi asal saja bisa berlaku adil karena islam mengajarkan kita untuk berlaku adil, tapi kenyataanya berlaku adil sangat sulit, dan tidak mungkin bisa dilakukan. Lihat surat an-Nisa-29 “Dan kamu sekali kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri istrimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung katung”.
Dari dua ayat di atas, beberapa ulama ada yang mengomentari bahwa poligami itu merupakan penyimpangan tehadap perkawinan yang wajar dan hanya dibenarkan dan dibolehkan oleh Syariat dalam keadaan darurat seperti perang, juga dengan syarat tidak menimbulkan kerusakan dan kezaliman.
Anehnya, ayat tersebut bagi kalangan yang orang suka kawin dipelintir
menjadi hak penuh laki-laki untuk kawin lebih dari dua. Dalil mereka,
perbuatan itu untuk mengikuti sunah Rasulallah saw. Bahkan ada yang lebih parah lagi dalil boleh kawin lebih dari satu dipakai sebagai ukuran
keislaman seseorang, semakin banyak istri semakin baik nilai kesilamanya.
Semakin sabar istri dimadu semakin baik posisi keagamaanya. Ada lagi yang lebih aneh sering dimunculkan famplet famplet “kawin lebih dari satu bisa bawa berkah”, “kawin lebih dari satu itu sunah Rasulallah saw”.
Arti sunah dalam ilmu fiqih berarti semua tindakan, perbuatan, kelakuan, dan perkataan yang baik untuk dilakukan yang mengarah kepada perilaku Rasulallah saw. Kalau memang poligami itu sunah dan dilakukan Rasulallah saw tapi kenapa beliau tidak melakukannya sejak pertama kali berumah tangga dengan siti Khadijah? Kenyataanya, sepanjang hidup beliau dengan siti khadijah, Rasulallah tidak pernah kawin dua atau siti Khadijah tidak pernah dimadu .
sedang pada saat itu masyarakat Makkah menganggap bahwa kawin lebih dari satu itu merupakan hal yang lumrah dan biasa dilakukan masyarakat setempat. Sebaliknya, Rasulallah melarang perilaku sewenang-wenang terhadap wanita, melarang pelecehan terhadap wanita dan menyakiti hati wanita. Hal ini kita bisa lihat dari sikap Rasulallah yang sangat tegas dan bijaksana menolak Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra untuk kawin lagi semasih putri beliau, Fatimah ra, hidup. Anehnya lagi, hadis ini jarang dimunculkan kalangan orang yang suka kawin. Padahal hadith ini diriwayatkan para ulama hadist terkemuka: Bukhari dan Muslim.
Pernah Rasulallah saw marah besar ketika mendengar putri beliau, Fathimah ra akan dimadu Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Ketika mendengar rencana itu, Rasulallah saw pun langsung masuk ke masjid dan naik ke atas mimbar, lalu berseru, “Beberapa keluarga Bani Hasyim bin al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib.
Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi aku tidak akan
mengizinkan. Sungguh aku tidak izinkan, kecuali Ali bin Abi Thalib
menceraikan putriku, dan aku persilakan mengawini putri mereka. Ketahuilah, putriku itu bagian dariku, apa yang mengganggu perasaannya adalah menggangguku juga, apa yang menyakiti hatinya adalah menyakiti hatiku juga.” Begitulah kurang lebih bunyi hadist Rasulallah saw.
Akhiron, Kalau Rasulallah melarang Ali bin Abi Thalib ra untuk memadu putri beliau, Fatimah ra. Maka saya rasa hampir setiap orangtua di dunia tidak akan rela jika putrinya dimadu. Karena, seperti dikatakan Rasulallah saw, perbuatan itu akan menyakiti hati perempuan, dan juga menyakiti hati orangtuanya.
Wallahu’alam,
Nb :
Postingan ini sangat bagus untuk kita jadikan panutan. untuk seseorang yg sudah mengirimkan email ( japri ) ke sy,mohon baca cerita ini dengan seksama.
Also, Coba liat siapa dirimu… MENTARI atau LILIN ? ( Waalafuu)